Domba-dombaku mendengarkan suara-Ku, sabda Tuhan. Aku mengenal mereka dan mereka mengikuti Aku. (Yoh 10:27) ~ Lingkungan Griya Pesona, St Paskalis Klari ~
Sabtu, 11 April 2015
Santo Agustinus
Santo Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja
Agustinus adalah Bapa Gereja purba yang terkenal. Ia lahir di Tagaste (sekarang: Soukh-Ahras), Afrika Utara pada tanggal 13 November 354. Ibunya, Monika, seorang yang beriman Kristen dari sebuah keluarga yang taat agama; sedangkan ayahnya Patrisius, seorang tuan tanah dan sesepuh kota yang masih kafir. Berkat semangat doa Monika yang tak kunjung padam, Patrisius bertobat dan dipermandikan menjelang saat kematiannya. Kekafiran Patrisius sungguh berpengaruh besar pada diri anaknya Agustinus. Karena itu Agustinus belum juga dipermandikan menjadi Kristen meskipun ia sudah besar. Usaha ibunya untuk menanamkan benih iman Kristen padanya seolah-olah tidak berdaya mematahkan pengaruh kekafiran ayahnya.
Semenjak kecil Agustinus sudah menampilkan kecerdasan yang tinggi. Karena itu ayahnya mencita-citakan agar ia menjadi seorang yang terkenal. Ia masuk sekolah dasar di Tagaste. Karena kecerdasannya, ia kemudian dikirim untuk belajar bahasa latin dan macam-macam tulisan latin di Madauros. Pada usia 17 tahun, ia di kirim ke Kartago untuk belajar ilmu retorika. Di Kartago, ia belajar dengan tekun hingga menjadi seorang murid yang terkenal. Namun hidupnya tidak lagi tertib oleh aturan moral. Ia menganut aliran Manikeisme, suatu sekte keagamaan dari Persia yang mengajarkan bahwa semua barang material adalah buruk. Minatnya pada ajaran ini berakhir ketika ia menyaksikan kebodohan Faustus, seorang pengajar Manikeisme. Selanjutnya selama beberapa tahun, ia meragukan semua kebenaran agama-agama.
Pada tahun 383 ia pergi ke Roma lalu ke Milano, kota pemerintahan dan kota kediaman Uskup Ambrosius. Di Milano ia mengajar ilmu retorika. Banyak orang Roma berbondong-bondong datang kepadanya hanya untuk mendengarkan kuliah dan pidatonya. Di kota itupun ia berkenalan dengan Uskup Santo Ambrosius, seorang mantan gubernur yang saleh. Ia menyaksikan dari dekat cara hidup para biarawan yang bijaksana, ramah dan saling mengasihi. Hatinya tersentuh dan mulailah ia berpikir: “Apa yang mendasari hidup mereka? Injilkah yang mewarnai hidup mereka itu?” Kecuali itu, ia sering mendengarkan kotbah-kotbah Uskup Ambrosius dan tertarik pada semua ajarannya. Semuanya itu kembali menyadarkan dia akan nasehat-nasehat ibunya tatkala ia masih di Tagaste. Suatu hari, ia mendengar suara ajaib seorang anak: “Ambil dan bacalah!” Tanpa banyak berpikir, ia segera menjamah kitab Injil itu, membukanya dan membaca: “Marilah kita hidup sopan seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” (Rom 13:13-14).
Agustinus yang telah banyak mendalami filsafat itu akhirnya terbuka pikirannya dan melihat kebenaran sejati, yakni wahyu ilahi yang dibawakan Yesus Kristus. Ia kemudian bertobat dan bersama dengan sahabatnya Alipius, ia dipermandikan pada tahun 387. Dalam bukunya ‘Confession’, ia menulis riwayat hidup dan pertobatannya dan dengan terus terang mengakui betapa ia sangat terbelenggu oleh kejahatan dosa dan ajaran Manikeisme. Suara hatinya terus mendorong dia agar memperbaiki cara hidupnya seperti banyak orang lain yang meneladani Santo Antonius dari Mesir.
Pada tahun 388, ia kembali ke Afrika bersama ibunya Monika. Di kota pelabuhan Ostia, ibunya meninggal dunia. Tahun-tahun pertama hidupnya di Afrika, ia bertapa dan banyak berdoa bersama beberapa orang rekannya. Kemudian ia ditabhiskan menjadi imam pada tahun 391, dan bertugas di Hippo sebagai pembantu uskup di kota itu. Sepeninggal uskup itu pada tahun 395, ia dipilih menjadi Uskup Hippo. Selama 35 tahun ia menjadi pusat kehidupan keagamaan di Afrika. Rahmat Tuhan yang besar atas dirinya dimuliakannya di dalam berbagai bentuk kidung dan tulisan. Tulisan-tulisannya meliputi 113 buah buku, 218 buah surat dan 500 buah kotbah. Tak terbilang banyaknya orang berdosa yang bertobat karena membaca tulisannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar